Sabtu, 26 Juni 2010

Koleksi Kata Mutiara Islam Bertambah


Widget Kata Mutiara Islam Harian
Widget “Kata Mutiara Islam Harian” yang diluncurkan bebarapa waktu lalu, alhamdulillah, cukup mendapat hati dari para pengunjung. Ia telah digunakan oleh lebih dari 1000 orang hingga saat ini.
Hari ini saya berkesempatan menambah koleksi kata mutiara yang akan ditampilkan pada widget tersebut. Jika sebelumnya kata mutiara islam berbahasa indonesia hanya berjumlah sekitar 50 hikmah, kini koleksi ini telah bertambah menjadi sekitar 160. Dengan demikian, hikmah dankata mutiara yang muncul akan lebih beragam dan berbedasetiap hari. Saya berharap dapat menambah kata mutiara islam ini menjadi sejumlah hari dalam satu tahun, sehingga benar-benar menjadi widget kata mutiara islam harian.
Berikut ini adalah sebagian dari koleksi kata mutiara tersebut. Saya ambilkan dari yang berawalan huruf A saja. Selebihnya, silakan memasang dan menikmati sajian dari widget kata mutiara islam harian, :)

Kata-kata mutiara islam

  • Ada dua perkara yang jika Anda Amalkan, Anda akan mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat: Menerima sesuatu yang tidak Anda sukai, jika sesuatu itu disukai Allah. Dan membenci sesuatu yang Anda sukai, jika sesuatu itu dibenci oleh Allah.”
    (Abu Hazim)
  • Ada enam perkara, apabila dimiliki oleh seseorang maka telah sempurnalah keimanannya : (1) memerangi musuh Allah dengan pedang, (2) tetap menyempurnakan puasa walaupun di musim panas, (3) tetap menyempurnakan wudhu walaupun di musim dingin, (4) tetap bergegas menuju mesjid (untuk melaksanakan shalat berjama’ah) walaupun di saat mendung, (5) meninggalkan perdebatan dan berbantah-bantahan walaupun ia tahu bahwa ia berada di pihak yang benar dan (6) bersabar saat ditimpa musibah.”
    (Yahya bin Muadz)
  • Ada tiga golongan orang yang paling menyesal pada hari kiamat : (1) orang yang memiliki budak ketika di dunia, ternyata pada hari kiamat budak tersebut memiliki prestasi amal yang lebih baik darinya, (2) orang yang mempunyai harta tetapi tidak mau bersedekah dengannya sampai ia meninggal dunia, kemudian harta tersebut diwarisi oleh orang yang memanfaatkan harta tersebut untuk bersedekah di jalan Allah, dan (3) orang yang mempunyai ilmu tetapi ia tidak mau mengambil manfaat dari ilmunya, lalu ilmu tersebut diketahui oleh orang lain yang mampu mengambil manfaat darinya.”
    (Sufyan bin ‘Uyainah)
  • Akhlak yang paling mulia adalah menyapa mereka yang memutus silaturahim, memberi kepada yang kikir terhadapmu, dan memaafkan mereka yang menyalahimu.”
    (HR Ibnu Majah)
  • Aku belum pernah melihat orang yang paling lama bersedih daripada al-Hasan. Ia berkata, kita tertawa, sementara bisa jadi Allah yang telah melihat amal-amal yang telah kita perbuat berfirman, ‘Aku tidak mau menerima amal-amal kalian sedikitpun.’”
    (Yunus bin ‘Ubaid)
  • Aku jamin rumah di dasar surga bagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar, dan aku jamin rumah di tengah surga bagi yang menghindari dusta walaupun dalam bercanda, dan aku jamin rumah di puncak surga bagi yang baik akhlaqnya.”
    (HR Abu Daud)
  • Aku menangis bukan karena takut mati atau karena kecintaanku kepada dunia. Akan tetapi, yang membuatku menangis adalah kesedihanku karena aku tidak bisa lagi berpuasa dan shalat malam.”
    (‘Amir bin ‘Abdi Qais)
  • Aku tidak suka menjadi seorang pedagang budak. Akan tetapi, menjadi pedagang budak lebih aku sukai daripada aku menimbun bahan makanan sambil menunggu naiknya harga yang memberatkan sesama muslim.”
    (Yazid bin Maisaroh)
  • Amal yang paling baik adalah yang paling ikhlas dan paling benar. Jika amal itu ikhlas tapi tidak benar, maka tidaklah diterima. Jika amal itu benar tapi tidak ikhlas, juga tidak akan diterima kecuali jika dilakukan secara ikhlas. Ikhlas artinya dilakukan hanya karena Allah. Adapun benar artinya adalah sesuai dengan sunnah (tuntunan dan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam).”
    (Fudhail bin ‘Iyadh)
  • Apa pendapat Anda bila ada seseorang yang pakaiannya terkena air kencing, lalu ia hendak mensucikannya dengan air kencing pula? Mungkinkah air kencing itu dapat mensucikannya? Tentu saja tidak! Kotoran tidak dapat disucikan kecuali dengan sesuatu yang suci. Begitu pula halnya keburukan yang pernah kita lakukan, tidak akan dapat terhapus kecuali dengan memperbanyak melakukan kebaikan.”
    (Sufyan ats-Tsauri)
  • Apabila akhirat ada dalam hati, maka akan datanglah dunia menemaninya. Tapi apabila dunia ada di hati maka akhirat tidaklah akan menemaninya. Itu karena akhirat mulia dan dermawan, sedangkan dunia adalah hina”
    (Abu Sulaiman Ad Daroni)
  • Apabila Anda berharap agar Allah senantiasa menganugerahkan kepada Anda apa-apa yang Anda cintai dan sukai maka hendaklah Anda senantiasa menjaga dan melaksanakan apa-apa yang dicintai dan disukai oleh Allah.”
    (Salah seorang ahli hikmah)
  • Apabila kalian senang Allah ta’ala dan Rasul-Nya mencintai kalian, maka tunaikanlah amanah kalian, dan benarlah jika berbicara, dan bertetanggalah dengan baik kepada tetangga kalian.”
    (HR Imam Suyuthi)
  • Ayahku pernah mengatakan bahwa apabila ‘Ali bin al-Husain selesai berwudhu dan telah bersiap untuk shalat, tubuhnya akan gemetar dan menggigil. Pernah ada seorang lelaki yang bertanya kepadanya tentang hal itu, maka ‘Ali bin al-Husain menjawab, ‘Celakalah Engkau! Tidakkah kau tahu, kepada siapa aku akan menghadap? Dan kepada siapa aku akan bermunajat?’”
    (al-’Utaibi)
Semoga bermanfaat.

Kata Mutiara Islami tentang Cinta



Mutiara islam tentang cinta
Kata cinta, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, merupakan wakil dari perasaan kasih, sayang, atau rindu yang sangat dalam. Namun dalam konteks atau kadar kalimat tertentu, ia bisa juga mewakili perasaan sedih.
Cinta adalah salah satu sumber kekuatan unik dalam diri manusia. Ia menjadi tenaga penggerak hati dan jiwa yang akan menghasilkan sikap, perbuatan dan perilaku. Cinta bisa seperti yang terurai dalam sebait sajak dari film laris indonesia, Ketika Cinta Bertasbih:
Cinta adalah kekuatan yg mampu
mengubah duri jadi mawar
mengubah cuka jadi anggur
mengubah sedih jadi riang
mengubah amarah jadi ramah
mengubah musibah jadi muhibah.
Namun demikian, cinta pun bisa menghasilkan perubahan yang sebaliknya: mengubah mawar menjadi duri, dan seterusnya.
Hal yang demikian bisa terjadi karena cinta bersemayam di dalam hati yang bersifat labil. Sepertisabda Rasulullah saw. hati itu bersifat gampang terbolak-balik bagaikan bulu yang terombang-ambing oleh angin yang berputar-putar. Sebagaimana amal-amal dan perilaku kita yang senantiasa bersumber dari niat dan motivasi di dalam hati, maka cinta pun bisa mewujud dengan dasar niat yang beraneka rupa. Ada cinta yang tulus, penuh kerelaan. Namun ada pula cinta yang penuh duri dan racun. Ada cinta yang merupakan buah keimanan dan ketaqwaan. Namun ada pula cinta yang berlandaskan nafsu hina.
Bagi seorang muslim dan beriman, cnta terbesar dan cinta hakiki ialah cinta kepada Allah. Bentuk cinta dapat kita wujudkan dalam berbagai rupa tanpa batas ruang dan waktu dan kepada siapa atau apa saja asalkan semuanya bersumber dari kecintaan kita kepada Allah dan karena menggapai ridha-Nya.
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. (Al-Baqarah: 165)
Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (ikutilah Muhammad saw.), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. (Ali Imran: 31)
“Tali iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR. At Tirmidzi)

Kata-kata mutiara tentang cinta

Agar cinta tidak menjerumuskan kita ke dalam lubang kehinaan, ada baiknya kita mengambil hikmah dari sumber-sumber islam dan perkataan para ulama berikut ini.
Cinta itu adalah perasaan yang mesti ada pada tiap-tiap diri manusia, ia laksana setetes embun yang turun dari langit, bersih dan suci. Cuma tanahnyalah yang berlain-lainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus, tumbuhlah oleh karena embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipu, langkah serong dan lain-lain perkara yang tercela. Tetapi jika ia jatuh kepada tanah yang subur, di sana akan tumbuh kesuciaan hati, keikhlasan, setia budi pekerti yang tinggi dan lain-lain perangai yang terpuji.
Hamka
Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat.
Hamka
Tanda cinta kepada Allah adalah banyak mengingat (menyebut) Nya, karena tidaklah engkau menyukai sesuatu kecuali engkau akan banyak mengingatnya.
Ar Rabi’ bin Anas (Jami’ al ulum wal Hikam, Ibnu Rajab)
Aku tertawa (heran) kepada orang yang mengejar-ngejar (cinta) dunia padahal kematian terus mengincarnya, dan kepada orang yang melalaikan kematian padahal maut tak pernah lalai terhadapnya, dan kepada orang yang tertawa lebar sepenuh mulutnya padahal tidak tahu apakah Tuhannya ridha atau murka terhadapnya.
Salman al Farisi (Az Zuhd, Imam Ahmad)
Sesungguhnya apabila badan sakit maka makan dan minum sulit untuk tertelan, istirahat dan tidur juga tidak nyaman. Demikian pula hati apabila telah terbelenggu dengan cinta dunia maka nasehat susah untuk memasukinya.
Malik bin Dinar (Hilyatul Auliyaa’)
Cintailah kekasihmu sekedarnya saja, siapa tahu nanti akan jadi musuhmu. Dan bencilah musuhmu sekedarnya saja, siapa tahu nanti akan jadi kekasihmu.
Ali bin Abi Thalib
Engkau berbuat durhaka kepada Allah, padahal engkau mengaku cinta kepada-Nya? Sungguh aneh keadaan seperti ini. Andai kecintaanmu itu tulus, tentu engkau akan taat kepada-Nya. Karena sesungguhnya, orang yang mencintai itu tentu selalu taat kepada yang ia cintai.
A’idh Al-Qorni
Demikianlah beberapa kutipan dari sedikit tokoh-tokoh islam yang semoga bisa kita ambil hikmahnya. Semoga Allah memudahkan saya untuk menambah koleksi ini dan memberikan manfaat kepada pembacanya.

Sabtu, 19 Juni 2010

Perbedaan Ahli Tauhid Dengan Musyrik (3)


Ibadah Tidak Boleh Dicampur Syirik
Allah, Dzat yang Mahabenar dan Maha tinggi, berfirman:
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Seandainya mereka (para Nabi-nabi terdahulu) mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (QS. Al An'am: 88)
Dan dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman:
أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
"Aku adalah sekutu yang paling kaya, tidak butuh pada persekutuan. Siapa yang melakukan satu amalan, di dalamnya dia menyekutukan Aku dengan yang lain, pasti Aku tinggalkan dia dan sekutunya." (HR. Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: "Dien Islam dibangun di atas dua landasan dasar. Yaitu merealisasikan syahadat Laa Ilaaha Illallaah dan syahadat Muhammad Rasuulullaah.
Dien Islam dibangun di atas dua landasan dasar. Yaitu merealisasikan syahadat Laa Ilaaha Illallaah dan syahadat Muhammad Rasuulullaah. . .
Dasar pertama, janganlah engkau mengangkat tuhan yang lain bersama Allah. Jangan cintai makhluk seperti mencintai Allah. Jangan berharap kepada makhluk sebagaimana berharap kepada Allah. Jangan takut terhadap makhluk sebagaimana takut terhadap Allah. Siapa yang menyamakan makhluk dengan khaliq (pencipta) dalam sesuatu hal, maka dia telah menyamakannya dengan Allah. Dia termasuk orang yang mempersekutukan Tuhan mereka. Berarti dia telah mengangkat tuhan bersama Allah, walaupun di saat itu dia berkeyakinan Allah adalah Esa, satu-satu pencipta langit dan bumi.
Sesungguhnya kaum musyirikin Arab kala itu menyatakan bahwa Allah adalah Esa, satu-satunya yang mencipta langit dan bumi. Hal ini sebagaimana yang Dia firmankan:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
"Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: 'Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?' Tentu mereka akan menjawab: 'Allah'." (QS. Luqman: 25)
Bersamaan dengan itu, mereka berbuat syirik dengan menjadikan tuhan lain bersama Allah. Allah berfirman:
أَئِنَّكُمْ لَتَشْهَدُونَ أَنَّ مَعَ اللَّهِ آَلِهَةً أُخْرَى قُلْ لَا أَشْهَدُ
"Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan yang lain di samping Allah?" Katakanlah: 'Aku tidak mengakui'." (QS. Al An'am: 19)
Allah berfirman lagi:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللّهِ أَندَاداً يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللّهِ وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبًّا لِّلّهِ
"Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah." (QS. Al Baqarah: 165) Maka mereka menjadi orang musyrik karena mencintai selain Allah sebagaimana mencintai Allah. Bukan karena mereka berucap: "sesungguhnya tuhan-tuhan kalian telah menciptakan (sesuatu) seperti yang Allah ciptakan." Hal ini sebagaimana yang Allah firmankan: "Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?" (QS. Al Ra'du: 16)
Siapa yang menyamakan makhluk dengan khaliq (pencipta) dalam sesuatu hal, maka dia telah menyamakannya dengan Allah.
Ini adalah bentuk istifham inkari (kalimat pertanyaan untuk mengingkari) yang memiliki makna nafyun (meniadakan). Maknanya mereka tidak menjadikan sekutu bagi Allah yang dapat mencipta seperti ciptaan-Nya. Mereka mengakui bahwa sesembahan-sesembahan mereka tidak mencipta seperti ciptaan Allah. Mereka hanya menjadikan sesembahan-sesembahan itu sebagai pemberi syafa'at dan perantara. Allah Ta'ala berfirman:
وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاء شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللّهَ بِمَا لاَ يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلاَ فِي الأَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
"Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: 'Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah'." (QS. Yunus: 18)
"Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan dikembalikan?.
Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya, jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudaratan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikit pun bagi diriku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku?.
Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata.
Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan) ku." (QS. Yaasin: 22-25)
Dasar kedua: kita menyembah Allah dengan menggunakan syariat-Nya melalui lisan para rasul-Nya. Kita tidak beribadah kecuali dengan sesuatu yang wajib atau yang sunnah, sedangkan amal mubah jika diniatkan ketaatan masuk dalam kategori ini. Dan doa masuk bagian ibadah. Siapa yang berdoa dan beristightsah kepada makhluk, yang sudah mati atau yang ghaib, padahal Allah dan rasul-Nya tidak memerintahkannya dalam bentuk wajib ataupun sunnah, maka dia telah berbuat bid'ah (mengada-adakan hal baru) dalam masalah agama. Dia berbuat syirik kepada Allah, Tuhan semesta alam, dan mengikuti selain jalan kaum mukminin. Siapa yang meminta kepada Allah Ta'ala melalui makhluk-Nya atau bersumpah kepadanya dengan nama makhluk-Nya, maka telah berbuat bid'ah yang tidak pernah Allah turunkan keterangan tentangnya. Jika dia mencela orang yang berusaha meluruskannya dan memusuhinya, maka termasuk orang dzalim, jahil, dan melampaui batas.
kita menyembah Allah dengan menggunakan syariat-Nya melalui lisan para rasul-Nya.
Jika dia menvonis dengan hal itu, sungguh dia telah memutuskan perkara dengan selain yang Allah turunkan. Hukumnya melanggar ijma' kaum muslimin. Dia disuruh taubat dari hukum ini dan dikenai sangsi lebih dibutuhkannya daripada tetap melaksanakannya dan ditolong menegakkannya. Semua perkara ini telah disepakati oleh seluruh kaum muslimin, tidak ada khilaf di dalamnya, baik di kalangan imam madzhab empat atau yang lainnya." (Majmu' Fatawa: 1/108-109)
Siapa yang meminta kepada Allah Ta'ala melalui makhluk-Nya atau bersumpah kepadanya dengan nama makhluk-Nya, maka telah berbuat bid'ah yang tidak pernah Allah turunkan keterangan tentangnya.

Beliau berkata lagi, "Islam mengandung makna istislam (tunduk dan patuh) kepada Allah semata. Siapa yang beristislam kepada-Nya dan kepada selain-Nya, berarti telah musyrik. Siapa yang tidak mau tunduk kepada-Nya, berarti sombong dari ibadah kepada-Nya. Dan orang yang sombong dari beribadah kepada Allah adalah kafir. Beristislam kepada Allah semata mengandung makna beribadah dan taat hanya kepada-Nya. Inilah Dienul Islam yang Allah tidak menerima agama selainnya." (Majmu' Fatawa: 3/91)
Beliau berkata lagi, "seseorang bisa menjadi muslim yang lurus dan bertauhid apabila bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak di sembah kecuali Allah. Dia beribadah hanya kepada Allah semata dengan tidak menyekutukan-Nya dengan salah seorangpun dalam menyembah, mencintai, beribadah, bertaubat, berislam, berdoa, bertawakkal, berloyal, memusuhi karena-Nya, mencintai sesuatu yang dicintai-Nya dan membenci yang dibenci-Nya, serta mensterilkan kebenaran tauhid dari kebatilan syirik. Ini adalah peniadaan yang diikuti dengan penetapan. Meniadakan ibadah kepada selain Allah dan hanya memberikan ibadah kepada Allah semata. Semua ini adalah bentuk realisasi dari kalimat Laa Ilaha Illallaah. Mengosongkan dan meniadakan hatinya dari segala bentuk penuhanan kepada selain Allah. Lalu menetapkan dan menanamkan dalam hatinya penuhanan untuk Allah semata. Sungguh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda dalam sebuah hadits shahih: "Siapa yang mati, sementara dia tahu tiada yang berhak diibadahi kecuali hanya Allah, pasti dia masuk surga." Dalam hadits lainnya, "siapa yang ucapan terakhirnya adalah Laa Ilaaha Illallaah (tiada yang berhak diibadahi kecuali hanya Allah) pasti masuk surga." Dan beliau bersabda dalam Ash Sahih: "Talqinlah (tuntunlah)  orang yang mau meninggal (untuk mengucapkan) Laa Ilaaha Illallah." Sesungguhnya hal itu adalah hakikat ajaran Islam. Siapa yang mati di atasnya, dia mati sebagai seorang muslim." (Majmu' Fatawa: 8/369)
Imam Al Syaukani rahimahullah berkata, "tidak cukup hanya mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah tanpa mengaplikasikan maknanya lalu ditetapkan sebagai muslim. Sungguh, kalau orang jahiliyah mengucapakannya tapi tetap menyembah patungnya, maka tidak menjadi orang Islam." (Al Durr al Nadlid fi Ikhlasi Kalimah at Tauhid: 40)
"tidak cukup hanya mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah tanpa mengaplikasikan maknanya lalu ditetapkan sebagai muslim. . . " (Imam Asy Syaukani)
(PurWD/voa-islam)

Perbedaan Ahli Tauhid dengan Musyrik (2)


Ibadah kepada Allah harus dengan syariat yang ditentukan-Nya
Tidak boleh beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala kecuali dengan syariat-Nya yang disampaikan oleh Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan menerima amal apapun kecuali diniatkan hanya untuk Allah, Dzat yang tidak memiliki sekutu, dan sesuai dengan sunnah Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam.
Allah Ta'ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus." (QS. Al Bayyinah: 5)
Kata haniif, maksudnya adalah sengaja meninggalkan kesyirikan dengan didasari ilmu dan pengetahuan.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "al Haniif, adalah orang yang berpaling dari syirik dengan sengaja. Maksudnya meninggalkannya karena mengetahuinya, dan menerima kebenaran secara keseluruhan, tidak ada yang bisa menghalanginya dan tidak ada yang bisa mengembalikannya kepada kesyikiran."
Orang-orang sesat dari kalangan musyrikin dan Nashrani serta orang-orang semisal mereka, juga melakukan ibadah dan kezuhudan, namun ditujukan kepada selain Allah atau tidak sesuai dengan perintah Allah. Sesungguhnya tujuan dan keinginan yang memberikan manfaat adalah keinginan untuk beribadah kepada Allah semata dan hanya mau beribadah dengan yang disyariatkan-Nya, bukan dengan syariat yang diada-adakan sendiri. Maka di atas dua dasar inilah agama Islam dibangun. Yaitu Allah semata yang diibadahi dan diibadahi dengan menggunakan syariat-Nya, bukan dengan aturan yang diada-adakan sendiri yang disebut dengan bid'ah. (Majmu' Fatawa, Ibnu Taimiyah: 18/173)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Siapa yang melakukan satu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka tertolak." (Muttafaq 'alaih, lafadz milik Muslim)
Ibnu Mas'ud radliyallah 'anhu berkata, "ber-itiba'-lah jangan jadi mubtadi' (pembuat bid'ah), sungguh sudah cukup. Sesungguhnya setiap yang diada-adakan (dalam urusan ibadah) adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat." (Riwayat ad Darimi, al Baghawi, al Laalikaii, dan Ibnu Baththah)
Al Hasan al Bashri rahimahullah berkata, "dan selama-lamanya Allah tidak akan menerima sebuah amalan yang dilakukan seorang mubtadi' untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Baik itu shalat, puasa, zakat, haji, jihad, umrah dan shadaqah." Sampai beliau menyebutkan beberapa amal kebajikan. (Ibnu Baththah dalam kitab Syarh al Ibanah)
Mubtadi' adalah orang yang mengada-ada hal baru dalam agama yang bukan bagian darinya dan beribadah kepada Allah dengan selain syariat-Nya.
Mubtadi' adalah orang yang mengada-ada hal baru dalam agama yang bukan bagian darinya dan beribadah kepada Allah dengan selain syariat-Nya.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata; "setiap amal bid'ah adalah kesesatan dalam beragama. Dasarnya berkata tentang Allah tanpa ilmu. Karena inilah para ulama salaf dan para imam sangat mengingkarinya dan menyatakan bahwa pelakunya termasuk penghuni bumi yang buruk. Mereka sangat menghawatirkan fitnahnya, dan benar-benar mengingkarinya tidak seperti mengingkari terhadap perbuatan hina, dzalim, permusuhan. Semua ini dikarenakan dahsyatnya bahaya dan daya rusak bid'ah terhadap agama, dan menghilangkan ajarannya. Allah Ta'ala telah mengingkari orang yang menghalalkan dan mengharamkan sesuatu dalam masalah agama yang berasal dari dirinya sendiri tanpa ada argumentasi dari Allah. Dia berfirman,
وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ
"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah." (Madarijus Salikin: 1/157)
Beliau berkata lagi, "di antaranya: tidak boleh membiarkan tempat kesyirikan dan thaghut-thaghut setelah mampu menghancurkannya dan menghabisinya dalam satu hari. Itu semua merupakan syiar kekufuran dan kesyirikan yang merupakan kemungkaran terbesar. Tidak boleh membiarkannya barang sedikitpun setelah memiliki kekuatan. Seperti inilah hukum terhadap bangunan yang didirikan di atas kuburan yang dijadikan berhala dan tuhan yang disembah selain Allah. Dan batu-batu yang diagungkan dan dimintai berkah, di jadikan bernadzar dan diciumi, tidak boleh dibiarkan ada di muka bumi padahal mampu menghilangkannya . . ." 
Para thaghut-thaghut yang disembah tadi tidak diyakini telah mencipta dan memberi rizki, tidak pula menghidupkan dan mematikan. Mereka melakukan itu karena meniru perbuatan saudara-saudara mereka dari kalangan musyrikin terhadap tuhan-tuhan mereka. Lalu mereka mengikuti adat kebiasaan umat-umat sebelum mereka, meniti langkah mereka setapak demi setapak, meniru mereka sedikit semi sedikit sehingga tersebarlah kesyirikan di tengah-tengah manusia karena kejahilan dan hilangnya ilmu. Hingga akhirnya yang baik dianggap buruk dan yang buruk dianggap baik, sunnah dianggap bid'ah dan bid'ah dianggap sunnah sehingga ajaran Islam menjadi sangat asing.
Jumlah ulama sedikit, orang bodoh banyak, bencana merata, dan kerusakan tersebar di daratan dan lautan disebabkan olah tangan manusia. Tetapi, masih akan ada sekelompok dari umat Muhammad yang tegak di atas kebenaran, berjihad melawan orang-orang musyrik dan ahli bid'ah hingga Allah mewariskan bumi ini dan para penghuninya kepada mereka, dan Allah adalah Waris yang paling baik.
. . . Allah tidak diibadahi kecuali dengan syariat yang ditetapkan oleh-Nya melalui lisan Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak boleh diibadahi dengan hawa nafsu dan anggapan-anggapan baik . .
Dan kami katakan, "Sesungguhnya Allah tidak diibadahi kecuali dengan syariat yang ditetapkan oleh-Nya melalui lisan Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak boleh diibadahi dengan hawa nafsu dan anggapan-anggapan baik yang dibuat para taghut melalui lisan para syetan."
(PurWD/voa-islam)

Kenapa Dinamakan Hari Jum'at?


Hari Jum'at merupakan nikmat rabbaniyah yang selalu dijadikan lahan kedengkian musuh-musuh Islam. Hari Jum'at merupakan karunia dari Allah untuk umat ini yang telah dijadikan sebagai umat terbaik yang dikeluarkan di tengah-tengah manusia. Allah mengutamakan hari ini di atas hari-hari dalam satu pekan, lalu Dia mewajibkan kepada orang Yahudi dan Nashrani untuk mengagungkannya. Tapi, mereka melanggarnya dan memilih hari selainnya sehingga mereka tersesat dan tidak mendapat petunjuk. Kemudian Allah menunjuki umat ini kepada hari yang mulia ini dengan mengagungkannya.
Dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, beliau mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
نَحْنُ الآخِرُونَ السَّابِقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، بَيْدَ أَنَّهُمْ أُوْتُوْا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِنَا، ثُمَّ هذَا يَومُهُمُ الَّذِي فُرِضَ عَلَيْهِمْ فَاخْتَلَفُوا فِيهِ فَهَدَانَا اللهُ، فَالنَّاسُ لَنَا فِيْهِ تَبَعٌ : اليَهُوْدُ غَداً ، وَالنَّصَارَى بَعْدَ غَدٍ
"Kita adalah orang terakhir, namun yang pertama pada hari kiamat meskipun mereka telah diberikan kitab sebelum kita. Hari ini (Jum'at) adalah hari yang telah Allah wajibkan atas mereka, namun mereka menyelisihinya. Maka Allah menunjuki kita akan hari itu sehingga orang-orang mengikuti kita dalam hari ini, sementara orang-orang Yahudi besok dan orang-orang Nashrani besoknya lagi (lusa)." (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, al Nasai dan lainnya)
Maksud "kita sebagai orang terakhir" adalah sebagai umat terakhir keberadaannya di dunia. Namun di akhirat akan mendahului mereka. Yaitu menjadi umat pertama yang dihimpun di Mahsyar, umat pertama yang dihisab, umat pertama yang diadili, dan umat pertama yang akan masuk surga.
  • Maksud "kita sebagai orang terakhir" adalah sebagai umat terakhir keberadaannya di dunia.
  • Namun di akhirat akan mendahului mereka. Yaitu menjadi umat pertama yang dihimpun di Mahsyar, umat pertama yang dihisab, umat pertama yang diadili, dan umat pertama yang akan masuk surga.
Dalam riwayat Muslim dari hadits Hudzaifah, "Kami umat terakhir dari penduduk bumi, namun menjadi umat pertama pada hari kiamat yang diadili sebelum umat-umat lain."
Dan dalam riwayat Muslim lainnya, "Kita adalah orang terakhir, namun yang paling awal pada hari kiamat. Dan kita adalah orang yang pertama kali masuk surga."
Sedangkan maksud diwajibkan adalah wajib memuliakan hari tersebut. Menurut Ibnu Baththal, mereka tidak diperintahkan dengan jelas untuk memuliakan hari Jum'at yang kemudian mereka tinggalkan. Alasannya, seseorang tidak boleh meninggalkan kewajiban yang Allah tetapkan atasnya sementara masih berstatus mukmin. Lalu beliau rahimahullah berkata, "diwajibkan atas mereka (memuliakan) satu hari dalam sejum'at. Lalu mereka diberi pilihan untuk menegakkan syari'at mereka pada hari itu. Kemudian mereka berselisih tentang hari itu dan tidak mendapat petunjuk untuk memilih hari Jum'at." demikian juga yang dinyatakan oleh al Qadli 'Iyadh. (Lihat Fathul Baari: 2/355)
Imam al Nawawi rahimahullah berkata, "Mungkin juga mereka telah diperintah dengan jelas, lalu mereka berselisih pendapat apakah wajib menentukan hari itu saja atau dibolehkan untuk menggantinya dengan hari lain. Kemudian mereka berijtihad dalam hal itu, lalu salah." (Lihat Fathul Baari: 2/355)
Dan dalam Fathul Baari, Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan sebuah hadits penutup terhadap masalah ini yang diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dari jalur Thariq Asbath bin Nashr, dari al Sudiy dengan lafadz yang sangat jelas bahwa mereka diwajibkan untuk memuliakan hari Jum'at saja lalu mereka menolak. Lafadz haditsnya sebagai berikut:
إِنَّ اللَّه فَرَضَ عَلَى الْيَهُود الْجُمُعَة فَأَبَوْا وَقَالُوا : يَا مُوسَى إِنَّ اللَّه لَمْ يَخْلُق يَوْم السَّبْت شَيْئًا فَاجْعَلْهُ لَنَا
"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan (untuk mengagungkan) hari Jum'at atas Yahudi, lalu mereka menolaknya dan berkata, "Hai Musa, sesungguhnya Allah tidak menciptakan apa-apa pada hari Sabtu, maka jadikan hari itu untuk kami." (Fathul Baari: 3/277 dari Maktabah Syamilah) dan sikap ngeyel dan penyimpangan mereka bukanlah hal yang aneh.
Makna Jum'at dan sebab dinamakan Jum'at
Jum'at secara bahasa bermakna satu pokok yang menunjukkan berkumpulnya sesuatu. Dan disebut hari jum'at karena orang-orang yang jumlahnya banyak berkumpul pada hari itu. (al Nihayah: 1/297)
Sedangkan secara istilah, Jum'at adalah nama dari salah satu hari dalam sepekan, yang pada hari itu dikerjakan shalat khusus, yaitu shalat Jum'at. Dan dikatakan shalat khusus karena pelaksanaannya berbeda dengan shalat liwa waktu, khususnya shalat dzuhur. Pada shalat Jum'at bacaannya jahr, jumlah rakaatnya hanya dua, diawali dengan khutbah, dan memiliki beberapa keistimwaan pahala.
Hari Jum'at pada masa jahiliyah dikenal dengan nama الْعَرُوبَة (al 'arubah), karena mereka mengagungkannya. Orang pertama yang menyebut al-'Arubah adalah Ka'ab bin Lua-i. Pada hari itu, orang-orang Quraisy biasa berkumpul padanya lalu dia menyampaikan ceramah seraya memberikan nasihat dan memerintahkan mereka untuk mengagungkan tanah haram. Dia juga mengabarkan kepada mereka dari sana akan ada Nabi yang diutus. Dan ketika sudah diutus kelak, dia memerintahkan kepada kaumnya untuk taat dan beriman kepadanya.
Dari sini semakin jelaslah bahwa hari Jum'at belum masyhur pada masa jahiliyah. Maka tepatlah yang diungkapkan oleh Ibnu Hazm rahimahullah, "bahwa jum'at adalah nama Islami yang tidak dikenal pada masa jahiliyah. Pada masa itu, hari Jum'at dinamakan dengan al-'arubah." (Fathul Baari: 3/275 dari Maktabah Syamilah)
Tentang sebab dinamakan hari tersebut dengan Jum'at, banyak pendapat yang memberikan alasan, di antaranya:
  • Karena berkumpulnya banyak orang pada hari itu.
  • Karena Adam dan Hawa berkumpul pada hari itu.
  • Karena di dalamnya berkumpul berbagai kebaikan.
  • Karena pada hari itu kesempurnaan makhluk dikumpulkan.
  • Karena manusia berkumpul pada hari itu untuk shalat.
  • Karena penciptaan Adam dikumpulkan pada hari itu.
    Menurut Ibnu Hajar, pendapat yang paling benar tentang sebab dinamakannya hari jum'at adalah pendapat terakhir, karena penciptaan Adam dikumpulkan pada hari itu. Dengan ini maka hikmah dipilihkannya hari Jum'at untuk umat Muhammad karena pada hari itu terjadinya penciptaan Adam. Dan manusia diciptakan hanya untuk ibadah, maka layaklah kalau pada hari itu dia hanya sibuk dengan ibadah. Dan juga karena Allah Ta'ala menyempurnakan penciptaan makhluk-makhluk pada hari itu dan menciptakan manusia pada hari itu juga sehingga bisa memanfaatkannya. Maka tepatlah, kalau pada hari itu mereka menggunakannya untuk bersyukur kepada Allah dengan beribadah kepada-Nya. Wallahu Ta'ala A'lam
    Maka tepatlah, kalau pada hari itu mereka menggunakannya untuk bersyukur kepada Allah dengan beribadah kepada-Nya.
    Oleh : Purnomo
    (PurWD/voa-islam.com)

    Kamis, 17 Juni 2010

    Ilmu Perbintangan dan Ramalan Cuaca dalam Perspektif Islam

    Oleh: DR. Ahmad Zain An-Najah, M.A
    Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radliyallah 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda;
    مَنْ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنْ النُّجُومِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنْ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ
    Barang siapa yang mengutip satu ilmu dari ilmu perbintangan, berarti dia telah mengutip satu cabang dari ilmu sihir.” (HR Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad)
    Hadits di atas, walaupun secara tidak langsung, telah memperingatkan kepada umat Islam agar tidak coba-coba mempelajari ilmu perbintangan. Karena ilmu tersebut merupakan salah satu cabang dari ilmu sihir, sedang ilmu sihir sendiri telah diharamkan dalam Islam, dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Demikianlah pesan hadits di atas secara global. Namun alangkah baiknya, kalau permasalahan tersebut kita kembangkan lebih luas lagi, mengingat banyak berhubungan dengan berbagai masalah yang terjadi di sekitar kita.
    Pengertian Ilmu Perbintangan
    Sebelumnya, marilah kita simak dahulu apa yang dikatakan Syekh Islam Ibnu Taimiyah tentang pengertian Ilmu perbintangan. Beliau mengatakan bahwa: “Ilmu Perbintangan adalah ilmu yang mempelajari fenomena yang terjadi di langit dan menjadikannya sebagai standar (petunjuk) atas terjadinya sesuatu di bumi.”
    Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa dalam ilmu perbintangan, seseorang dituntut untuk selalu mengaitkan peristiwa yang terjadi di bumi ini dengan peristiwa yang terjadi di langit. Sebagai contoh, suatu hari di langit sedang terjadi gerhana matahari, maka seorang ahli ilmu perbintangan akan mengaitkan gerhana matahari tersebut dengan adanya peristiwa besar yang sedang, atau akan terjadi di muka bumi ini. Seperti seorang pemimpin yang meninggal dunia. Contoh lain, ketika ada sebuah meteor di langit yang sedang bergeser dan jatuh ke bumi atau ke tempat lainnya, maka seorang ahli ilmu perbintangan akan mengatakan bahwa telah lahir seorang anak yang cerdas dan hebat. Contoh ketiga, anak yang lahir pada malam bulan purnama, menunjukkan bahwa anak tersebut akan menjadi orang kaya dikemudian hari. Contoh keempat, banyak orang Islam yang berkeyakinan bahwa malam Jum’at Kliwon adalah malam yang seram dan keramat. (Malam dan siang adalah perubahan alam akibat peristiwa yang terjadi di langit, karena akibat terjadinya bergeseran antara bumi dan matahari).
    Contoh-contoh di atas hanyalah sebagian kecil dari amalan-amalan yang telah dipraktekkan sekolompok manusia. Bahkan amalan-amalan tersebut telah berubah menjadi sebuah keyakinan yang dianut oleh sebagian masyarakat hingga hari ini dan tidak boleh diganggu gugat. Keyakinan-keyakinan semacam itu, kalau ditelusuri ternyata telah terjadi berabad-abad lamanya. Hal ini bisa dilihat dengan jelas ketika terjadi gerhana matahari pada zaman Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, kebetulan bersamaan dengan itu, putra tercinta beliau, Ibrahim, di panggil oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala (meninggal dunia). Kemudian Allah memerintahkan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam agar mengumpulkan kaum muslimin di masjid untuk melaksanakan shalat kusuf (shalat gerhana matahari). Setelah selesai shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
    إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ
    Bahwa matahari dan bulan itu adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah dan gerhana matahari ini tidak ada kaitannya dengan kematian atau kehidupan seseorang.“ (HR. Bukhari dan Muslim)
    Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa Rasululah shallallahu 'alaihi wasallam yang hidup pada empat belas abad yang silam telah mengetahui bahwa masyarakat pada waktu itu masih menyakini terjadinya gerhana matahari merupakan tanda adanya seseorang tokoh besar yang lahir atau meninggal. Hal ini dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya, "Dari Ibnu Abbas rahimahullah 'anhu, bahwa orang-orang Anshar pada suatu hari, ketika duduk bersama nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, tiba-tiba mereka melihat bintang atau meteor yang bergeser, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada para sahabat Anshar yang ada di situ: “Bagaimana keyakinan kalian pada masa Jahiliyah ketika melihat kejadian seperti ini?" Mereka menjawab: “Kami dahulu berkeyakinan bahwa bergesernya bintang atau jatuhnya meteor merupakan tanda lahir atau meninggalnya seorang pembesar." Mendengar jawaban itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
    فَإِنَّهَا لَا يُرْمَى بِهَا لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنْ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى اسْمُهُ إِذَا قَضَى أَمْرًا سَبَّحَ حَمَلَةُ الْعَرْشِ
    Sesungguhnya bergesernya bintang atau jatuhnya meteor, tidaklah menunjukan kematian atau kehidupan seseorang, akan tetapi jika Allah memutuskan sesuatu, maka para pembawa Arsy (para malaikat) pada bertasbih.
    Inilah hakikat ilmu perbintangan, sebagaimana yang telah disebutkan Ibnu Taimiyah di atas. Semua ilmu yang mengandung unsur-unsur seperti itu, maka haram untuk dipelajarinya dan orang Islampun dilarang mempercayainya. Kenapa? Karena keyakinan seperti itu bertentangan dengan Aqidah Islamiyah yang mengajarkan kepada kita bahwa semua yang ada di bumi ini tidak akan terjadi kecuali atas kehendak dan taqdir Allah Subhanahu wa Ta'ala, tidak ada kaitannya dengan apa yang terjadi di langit. Begitu juga, semua orang tidak akan tahu apa yang akan terjadi di bumi ini, karena termasuk hal-hal ghaib yang hanya Allah semata yang mengetahuinya. Kecuali apa yang telah disebutkan Allah di dalam Al-Quran dan disebutkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalam hadits, keduanya merupakan bentuk wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Selain itu, tidak berhak bagi siapapun juga untuk mengaku bahwa dia mengetahui peristiwa yang akan terjadi pada masa mendatang dengan menggunakan ilmu perbintangan.
    Namun demikian, hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa Allah menjadikan peristiwa di langit sebagai salah satu sebab terjadinya bencana di muka bumi ini atau salah satu sarana untuk mengadzab suatu kaum, seperti halnya ketika Allah menghancurkan kaum ‘Aad dengan angin yang sangat kencang tepat pada waktunya yaitu diakhir musim dingin. Yang jelas, itu semua atas kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala. Oleh karenanya, ketika terjadi sebuah peristiwa besar di langit, kita umat Islam di perintahkan untuk tadharru’ (bersimpuh) di hadapan Allah dengan memperbanyak ibadah, seperti shalat, dzikir, istighfar dan bersedekah, sebagaimana yang dianjurkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika terjadi gerhana matahari pada waktu itu. Bahkan, perintah tersebut bukan terbatas ketika terjadi gerhana matahari dan bulan saja. Ketika ada tanda-tanda akan terjadinya malapetaka atau bencana alam serta kejadian-kejadian besar lainnya yang membahayakan kehidupan manusia, kita diperintahkan juga untuk memperbanyak ibadah, istighfar, dan bersedekah. Karena amalan-malan tersebut merupakan salah satu sarana menolak malapetaka dan menolak bala’).
    Berikut ini beberapa dalil yang menguatkan pernyataan di atas, yaitu:
    Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
    وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
    Dan Allah sekali-kali tidak mengadzab mereka, sedang kamu berada diantara mereka, dan tidaklah pula Allah mengadzab mereka, sedang mereka beristighfrar.“ (QS. Al Anfal: 33) Sungguh Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya. Bukan itu saja, bahkan istighfar (tentunya dengan ikut menyertakan hatinya) akan mendatangkan rizqi dan kekuatan yang luar biasa. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
    فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًايُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
    Maka aku (Nabi Nuh) katakan kepada mereka: “Beristighfar-lah (mohonlah ampun) kepada Rabb kalian, sesunguhnya Dia adalah Maha pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat (ketika musim paceklik) dan akan melimpahkan kepada kalian harta dan anak keturunan, serta menjadikan kebun-kebun dan sungai–sungai.“ (QS. Nuh: 10-12)
    Dalam ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
    وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ
    (Nabi Hud berkata): “Wahai kaumku beristighfar-lah kalian kepada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Allah akan menurunkan hujan yang lebat kepada kalian, dan Dia akan menambahkan kekuatan atas kekuatan kalian.“ (QS. Hud: 52)
    Zodiac Jahiliyah
    Termasuk kebiasaan jahiliyah yang berkenaan dengan ilmu perbintangan adalah menebak dan menentukan nasib dan sifat seseorang dengan mengaitkan bintang-bintang yang ada di langit, seperti: Aries, Taurus, Gemini, Cancer, Leo, Virgo, Libra, Scorpio, Sagitarius, Capricon, Aquarius, Pisces.
    Sebagai contoh saja, orang yang lahir antara tanggal 22 Desember–19 Januari, maka dia mempunyai bintang CAPRICORN, yang mengatakan kepada anda bahwa keuangannya kurang stabil, tapi kesehatannya relatif baik. Hari Minggu adalah hari baiknya. Angka bahagianya adalah 2 – 7.
    Orang yang lahir antara 20 Januari-18 Februari, maka dia mempunyai bintang AQUARIUS, yang menyebutkan bahwa situasi minggu ini usahanya kurang menentu. Keuangannya bakal ada sedikit masalah. Hari baiknya adalah hari Sabtu. Angka bahagianya adalah 4 - 9.
    Orang yang lahir antara tanggal 19 Pebruari–20 Maret, dia mempunyai bintang PISCES, yang menyatakan bahwa keadaannya secara umum lumayan bagus dan usahanya akan tampak hasilnya secara nyata. Keuangannya cukup lancar. Kesehatannya tak ada masalah. Asmaranya, ada masalah namun kalau siap menghadapinya bisa diselesaikan dengan baik. Hari baiknya adalah Rabu. Angka bahagianya 1 – 4, dan seterusnya.
    Seorang muslim yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tidak boleh mempercayai ramalan bintang-bintang tersebut, apalagi menjadikannya sebagai bintang kebanggaan-nya yang kemudian di tempel di tembok-tembok, di buku-buku, di lemari bahkan di tempat tidur. Ramalan-ramalan tersebut sangat bertentangan dengan Al-Quran, As-Sunnah, dan akal sehat serta kenyataan di lapangan.
    Ayat Al Quran yang mengingkarinya yaitu Allah berfirman:
    وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا
    "Dan tiada seorangpun dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok.“ (QS. Luqman: 34)
    Ini adalah salah satu ilmu ghaib yang hanya milik Allah saja. Dari mana mereka bisa mengetahuinya? Juga bertentangan dengan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sebagaimana yang telah disebutkan di atas, yaitu larangan mempelajari dan menyakini ilmu perbintangan, karena ilmu tersebut termasuk bagian ilmu sihir, dan salah satu bentuknya adalah ramalan-ramalan ini. Juga bertentangan dengan akal sehat, karena orang yang berakal sehat tentunya tidak mau menunggu dan menerima nasibnya seperti itu, dia akan berusaha bagaimana mencapai suatu kehidupan yang lebih baik. Hanya orang-orang bodoh saja yang mempercayai ramalan bintang seperti itu. Ramalan Zodiak juga bertentangan dengan kejadian di lapangan, karena pada kenyataan, banyak orang yang lahir pada waktu tertentu dengan bintang yang ada, sifat dan keadaannya sangat berbeda dengan yang tertera di dalam ramalan-ramalan jahiliyah di atas.
    Penulis akan berikan satu kejadian yang menunjukkan kebohongan ilmu perbintangan (ilmu nujum) tersebut. Yaitu ketika khalifah Ali bin Abi Thalib radliyallah 'anhu beserta tentaranya ingin berangkat memerangi pasukan Khawarij, tiba- tiba datang seorang ahli nujum menemui Imam Ali, seraya berkata: “Wahai Amirul Mukminin jangan berangkat, karena bulan sekarang pada posisi sedang tenggelam (SCORPION), kalau engkau tetap berangkat sedang kedaan bulan seperti itu, maka tentaramu pasti akan kalah.
    Mendengar hal itu, Imam Ali bukannya mengkeret, gemetar dan mengurungkan niatnya untuk berperang, bahkan sebaliknya, justru semangat beliau bertambah, seraya berkata: “Saya tetap akan pergi dengan berbekal Iman kepada Allah dan bertawakkal kepada-Nya saja, segaligus untuk membongkar kebohongan-mu!!“.
    Maka beliau tetap berangkat, sehingga akhirnya bisa mengalahkan tentara Khawarij. Kemenangan tersebut membuat gembira khalifah Ali radliyallah 'anhu, karena beliau berhasil menyelesaikan dua perkara dalam satu waktu, yaitu; memerangi pasukan Khawarij atas perintah Rasululah shallallahu 'alaihi wasallam, sekaligus bisa membuktikan kebohongan ahli nujum (ahli astrologi).
    Dalam hal ini Qatadah, salah seorang ulama pada zaman tabi’in pernah memberikan pernyataan yang sangat jelas dan tegas dengn menolak teori ilmu perbintangan (astrologi) yang telah menyebar pada waktu itu: “Sesungguhnya orang-orang yang bodoh akan ajaran Allah, telah menyelewengkan keberadaan bintang-bintang tersebut dari fungsi yang sebenarnya, mereka menjadikannya sebagai alat perdukunan, mereka mengatakan barang siapa yang mengadakan acara pernikahan pada waktu bintang si fulan (Gemini, umpamanya), maka akan terjadi peristiwa tertentu, dan barang siapa yang melakukan perjalanan pada waktu bintang si fulan (Leo, umpamanya), maka akan terjadi peristiwa tertentu, dan seterusnya. Sungguh tiada satu bintang pun yang muncul, kecuali pada waktu itu lahir anak berwarna merah dan hitam, pendek dan panjang, cantik dan jelek. Bintang- bintang tersebut, begitu juga binatang-binatang yang melata dan burung-burung yang ada, semua itu sekali-kali tidak mengetahui sesuatu yang ghaib. Kalau seandainya ada seseorang yang boleh mengetahui yang ghaib, maka Adam-lah yang paling berhak mengetahuinya, karena Allah menciptakannya langsung dengan tangan-Nya dan memerintahkan para Malaikat untuk sujud kepadanya serta mengajarkan kepadanya segala sesuatu.
    Ramalan Cuaca
    Di dalam kasus ramalan cuaca, penulis akan menukilkan perkataan Imam Al Khattabi, salah satu ulama (pensyarah hadits), beliau mengomentari hadits larangan mempelajari ilmu perbintangan yang tersebut di atas sebagai berikut: “Ilmu Perbintangan yang di larang di dalam Islam adalah ilmu perbintangan yang digunakan untuk mengetahui kedaan alam, peristiwa-peristiwa yang akan terjadi pada masa mendatang, seperti waktu datangnya angin dan turunnya hujan, perubahan cuaca dan sejenisnya. Semua itu, menurut pengakuan mereka, bisa diketahui dengan melihat bintang-bintang pada peredarannya atau ketika bintang-bintang tersebut berkumpul dan berpisah. Mereka mengganggap bahwa perjalan bintang-bintang tersebut mempunyai pengaruh dengan kejadian yang ada di bumi. Itu semua adalah kebohongan di dalam masalah-masalah ghaib dan sebuah bentuk campur tangan terhadap masalah-masalah yang hanya diketahui oleh Allah semata.“
    Secara sekilas pernyataan Imam Khattabi tersebut, terkesan aneh dan menentang arus. Karena isinya melarang orang Islam untuk mempelajari Ilmu Astrologi dan mempercayai ramalan cuaca, yang nota-benenya adalah hasil kemajuan ilmu pengetahuan yang disarankan dalam Islam. Kesimpulan Imam Khatthabi tersebut didasarkan pada hadits Ibnu Abbas di atas. Namun, menurut hemat penulis, pernyataan Imam Khattabi tersebut, masih bersifat umum dan global, sehingga perlu di pertajam dan di perjelas lagi. Sebelum masuk pada inti masalah, penulis akan menukil dahulu firman Allah Ta'ala:
    وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ
    Dan Dialah ( Allah ) yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim.” (QS. Luqman: 34 )
    Ayat di atas menunjukkan bahwa Allah-lah yang mengetahui apa yang ada di rahim. Dan pengetahuan tentang apa yang di dalam rahim, menurut tafsir (QS. Al-An’am: 59 dan QS. Luqman: 34) adalah termasuk salah satu kunci-kunci ghaib yang tidak ada yang bisa mengetahuinya kecuali Allah. Namun dengan kemajuan teknologi zaman sekarang, hanya dengan menggunakan alat Ultrasonografi, seorang ibu hamil yang sudah berumur 7 bulan kehamilan atau bahkan sebelumnya, sudah mampu mengetahui keadaan janin yang ada di dalam rahimnya, apakah dia seorang laki-laki atau perempuan, dalam keadaan sehat atau kurang gizi, anggota tubuhnya normal atau cacat dan lain-lainnya. Lalau bagaimana dengan bunyi surat Luqman ayat 34 di atas? Sebuah pertanyaan yang sering mengganjal dalam diri seorang muslim.
    Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita harus tetap yakin bahwa Al-Quran adalah Al-Haq, yang mempunyai kebenaran mutlak dan tidak boleh diganggu gugat. Tetapi dalam sisi lain, kita harus yakin juga bahwa Al-Quran tidak menentang atau bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Oleh karenanya, para ulama telah menjelaskan tafsir surat Luqman ayat 34 di atas, bahwa manusia boleh saja mengetahui keadaan janin yang masih dalam kandungan dengan kecanggihan teknologi yang dimilikinya, namun pengetahuan tersebut walaupun bagaimanapun canggihnya tidak akan sempurna. Buktinya, banyak kejadian yang menyatakan bahwa perkiraan ultrasonografi sering salah dan tidak sesuai dengan kenyataan. Itu semua menunjukan bahwa hanya Allah-lah yang benar-benar mengetahui keadaan janin tersebut secara mendetail, tepat serta sempurna.
    Jawaban para ulama terhadap teori embriologi tersebut, bisa kita analogikan untuk menjawab teori astrologi dan ramalan cuaca. Pengetahuan seorang astrolog terhadap kemungkinan akan datangnya hujan, atau bertiupnya angin kencang, atau timbulnya petir yang menggelegar adalah pengetahuan yang sedikit dan bersifat parsial. Kemungkinan salah, sangat mungkin terjadi. Oleh karenanya, perkiraan seorang astrolog sekedar bahan agar kita mempersiapkan diri, namun hal itu tidak boleh kita jadikan standar pasti. Kita tetap menyandarkan diri hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena Dia-lah pelaku yang sebenarnya. Dengan demikian, yang dilarang dalam Islam adalah menyakini bahwa ramalan tersebut benar adanya dan menyandarkan semuanya pada astrolog. Sebagaimana kita di larang untuk menyakini bahwa dokter-lah yang menyembuhkan penyakit, karena sebenarnya yang menyembuhkan penyakit adalah Allah, dokter sekedar perantara, itupun banyak yang gagal. Allah berfirman menceritakan keyakinannya Nabi Ibrahim 'alaihis salam:
    وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
    Dan apabila aku sakit, maka Allah-lah yang menyembuhkan aku.“ (QS. Al-Syu’ara': 80)
    Dari keterangan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa Islam telah mampu menggabungkan antara aqidah dan ilmu pengetahuan. Aqidah adalah dasar kehidupan kita sehari-hari yang tidak boleh diganggu gugat, sedang ilmu pengetahuan adalah sekedar sarana, yang kebenarannya nisbi dan tidak mutlak. Maka hendaknya kita selalu menyandarkan kepada kebenaran yang mutlak (Allah Ta'ala), tanpa harus membuang kebenaran nisbi. (Ilmu pengetahuan). Wallahu a’lam.
    (PurWD/voa-islam.com)
    NB: Artikel diunduh dari situs pribadi penulis: www.ahmadzain.com

    Tanda Meraih Kenikmatan Ibadah (1)

    Tidak diragukan lagi bahwa ibadah menghadirkan rasa nikmat, kebahagiaan hati kelapangan dada, dan ketentraman jiwa. Rasa-rasa ini hadir ketika seorang hamba sedang melaksanakan ibadah kepada penciptanya. Dan rasa itu terus berlanjut walau sudah selesai dari melaksanakannya.
    Seorang 'abid (yang beribadah) merasakan manisnya iman dalam hatinya, kenikmatan bermunajat dalam dzikir mereka, ketenangan dan ketentraman jiwa ketika ruku' dan sujud. Semua ini adalah kenikmatan ibadah yang sebenarnya diharap oleh nafsun muthmainnah (jiwa yang tenang).
    Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam sabdanya:
    وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ
    Dan dijadikan penyejuk mataku di dalam shalat.” (HR. An-Nasai, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil dalam Ash-Shahihul Musnad, 1/82)
    Beliau shallallahu 'alaihi wasallam memberikan pernyataan seperti ini karena beliau mendapatkan kelezatan dan kebahagiaan hati ketika mengerjakan shalat. Panjangnya shalat malam beliau merupakan satu bukti tentang kelezatan yang beliau peroleh tatkala bermunajat kepada Rabb-nya.
    Menjelang wafat, Mu’adz bin Jabal radhiallahu 'anhu menangis. Namun ia bukan menangisi ajal yang akan menjemputnya. Berikut sebab tangisnya:
    إِنَّمَا أَبْكِي عَلَى ظَمَأِ الْهَوَاجِرِ وَ قِيَامِ لَيْلِ الشِّتَاءِ وَ مُزَاحَمَةِ الْعُلَمَاءِ بِالرُّكَبِ عِنْدَ خَلْقِ الذِّكْرِ
    Aku menangis hanyalah karena aku tidak akan merasakan lagi rasa dahaga (orang yang berpuasa) ketika hari sangat panas, bangun malam untuk melaksanakan shalat di musim yang dingin, dan berdekatan dengan orang-orang yang berilmu saat bersimpuh di halaqah dzikir."
    Aku menangis hanyalah karena aku tidak akan merasakan lagi rasa dahaga (orang yang berpuasa) ketika hari sangat panas, bangun malam untuk melaksanakan shalat di musim yang dingin, . .  (Mu'adz bin Jabal)
    Kenikmatan yang dirasakan seorang hamba dalam ibadahnya tadi merupakan anugerah Allah terbesar baginya. Dia akan selalu rindu dengan ibadah dan senantiasa menunggu-nunggu kehadirannya. Sebelum waktu ibadah itu tiba, dia sudah bersiap diri menyambutnya.
    Namun, tidak semua orang yang beribadah merasakan kenikmatan tersebut. Allah sebutkan tentang kondisi orang munafikin yang kosong dari kenikmatan dalam melaksanakan ibadah yang paling utama, yaitu shalat.
    وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
    "Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (QS. An Nisa': 142)
    Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam menfasirkan ayat di atas, "inilah sifat orang munafikin terhadap amal ibadah yang paling mulia, utama, dan terbaik, yaitu shalat. Jika melaksanakannya, mereka berdiri dengan malas. Hal ini disebabkan karena tidak ada niatan dalam dirinya, tidak mengimaninya, dan tidak memahami maknanya."
    Sesungguhnya orang yang merasakan kenikmatan ibadah memiliki tanda-tanda dzahir sebagaimana iman juga memiliki indikasi-indikasi dzahirnya. Allah berfirman,
    سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
    "Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud." (QS. Al Fath: 29)
    Abu Darda', salah seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Wahai Ahlul Madinah, kenapa aku tidak melihat kenikmatan iman pada diri kalian? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalau seandainya seekor hewan merasakan kenikmatan iman pasti akan terlihat manisnya iman padanya." (Dalam az Zuhd libni al Mubarak dan Syu'ab al Iman milik Imam al Baihaqi: III/130)
    Di antara tanda-tanda orang merasakan nikmatnya ibadah adalah bersegera melaksanakan ketaatan, memperpanjang bacaan shalat, merutinkan puasa, memperbanyak tilawah al Qur'an, merasa rugi jika tertinggal dari melaksanakan ketaatan, dan rindu bertemu dengan Allah untuk merasakan kenikmatan terbesar.
    Pertama, bersegera melaksanakan ketaatan
    Sikap seorang mukmin jika menghadapi macam ibadah apapun, dia akan bersegera melaksanakannya karena rindu dengan kedatangannya. Baik terhadap waktu shalat, kedatangan bulan ramadlan, haji, jihad atau ibadah lainnya.
    Dia berusaha agar tidak didahului oleh orang lain dalam masalah ibadah. Sebagaimana dia tidak mau menjadi urutan pertama dalam urusan dunia dan terlambat dalam urusan akhirat. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
    لاَ تَكُنْ أَوَّلَ دَاخِلِ السُّوْقِ وَلاَ آخِرَ خَارِجٍ مِنْهَا
    "Janganlah menjadi orang yang pertama kali masuk ke dalam pasar dan yag terakhir keluar darinya." (HR. at Thabrani dalam al Kabir dengan sanad shahih dan al Baihaqi dalam Syu'ab al Iman) karena pasar menjadi markaz syetan dan dikibarkan bendera mereka. Hal ini menunjukkan agar seorang mukmin tidak berlomba dan berkompetisi dalam urusan dunia, tapi mereka hanya mau berkompetisi dalam urusan akhirat.
    Berlomba-lomba menjadi juara pertama dalam urusan akhirat tidaklah masuk kategori kompetisi yang tercela. Bahkan mengalah dalam hal ini tidak diperbolehkan. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
    التُّؤَدَةُ فِي كُلِّ شَيْءٍ خَيْرٌ إِلَّا فِي عَمَلِ الْآخِرَةِ
    "Mengalah (mendahulukan yang lain) dalam segala sesuatu itu baik, kecuali dalam urusan akhirat." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh al Hakim dan disepakati oleh al Dzahabi dari Sa'id bin Abi Waqqash dalam Shifatus Shafwah (III/304).
    'Adi bin Hatim, salah seorang shabat, sudah bersiap-siap melaksanakan shalat sebelum datang waktunya dan selalu rindu dengan kehadirannya. Dia menyatakan, "tidaklah datang waktu shalat kecuali aku sudah siap. Dan tidaklah datang waktu shalat kecuali aku sudah sangat rindu melaksanakannya."
    Tokoh besar Tabi'in, Sa'id bin Musayyib mengatakan, "sejak tiga puluh tahun, tidaklah seorang mu'adzin mengumandangkan adzan kecuali aku sudah berada di masjid."
    . . . sejak tiga puluh tahun, tidaklah seorang mu'adzin mengumandangkan adzan kecuali aku sudah berada di masjid. . . (Sa'id bin Musayyib)
    Beliau juga pernah mengatakan, "aku tidak pernah ketinggalan takbir pertama dalam shalat selama 50 tahun. Aku juga tak pernah melihat punggung para jamaah, karena aku selalu berada di shaf terdepan selama 50 tahun."
    Muhammad bin Sama'ah at Tamimi rahimahullah menyatakan selama empat puluh tahun tidak pernah tertinggal takbiratul ihramnya imam, kecuali ketika ibunya meninggal.
    Muhammad bin Sama'ah at Tamimi . . . selama empat puluh tahun tidak pernah tertinggal takbiratul ihramnya imam. . .
    Al Imam al Qari', 'Ashim bin Abil Junud ketika melewati sebuah masjid pasti beliau mampir untuk melaksanakan shalat di sana. Hal ini karena beliau sangat rindu dengan shalat.
    Yunus bin Ubaid sudah dalam kondisi siap sebelum perintah Allah datang kepadanya. Makanya dia senantiasa dalam kondisi suci supaya tidak tertinggal dari shalat sunnah atau shalat wajib ketika datang waktunya.
    Juga perlu diketahui, syetan berusaha keras agar seorang mukmin terlambat melaksanakan ibadah. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan, syetan mengikatkan tiga ikatan pada tengkuk seseorang ketika sedang tidur. Pada setiap ikatan tadi syetan mengatakan, "malam masih panjang teruslah tidur." Dan ketika orang tadi bangun lalu mengingat Allah, maka lepaslah satu ikatan darinya. Lalu jika dia berwudlu, lepas satu ikatan lagi. Dan jika ia shalat maka lepaslah seluruh ikatan syetan sehingga di pagi hari dia akan semangat. Dan jika  tidak melakukan semua tadi, di paginya dia akan malas."(HR. Al Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
    . . . syetan berusaha keras agar seorang mukmin terlambat melaksanakan ibadah . . .
    Karenanya jangan ditunda-tunda ketika ingin melaksanakan ibadah dan ketika tiba kesempatan beribadah.
    Oleh: Badrul Tamam 

    Rabu, 16 Juni 2010

    Manfaat Luar Biasa dari Wudlu

    Oleh Prof Dr H Nasaruddin Umar


    Prof Leopold Werner von Ehrenfels, seorang psikiater dan sekaligus neurology berkebangsaan Austria, menemukan sesuatu yang menakjubkan terhadap wudlu. Ia mengemukakan bahwa pusat-pusat syaraf yang paling peka yaitu sebelah dahi, tangan, dan kaki. Pusat-pusat syaraf tersebut sangat sensitif terhadap air segar. Dari sini ia menghubungkan hikmah wudlu yang membasuh pusat-pusat syaraf tersebut. Ia bahkan merekomendasikan agar wudlu bukan hanya milik dan kebiasaan umat Islam, tetapi untuk umat manusia secara keseluruhan.

    Dengan senantiasa membasuh air segar pada pusat-pusat syaraf tersebut, maka berarti orang akan memelihara kesehatan dan keselarasan pusat sarafnya. Pada akhirnya Leopold memeluk agama Islam dan mengganti nama menjadi Baron Omar Rolf Ehrenfels.

    Ulama Fikih juga menjelaskan hikmah wudlu sebagai bagian dari upaya untuk memelihara kebersihan fisik dan rohani. Daerah yang dibasuh dalam air wudlu, seperti tangan, daerah muka termasuk mulut, dan kaki memang paling banyak bersentuhan dengan benda-benda asing termasuk kotoran. Karena itu, wajar kalau daerah itu yang harus dibasuh.

    Ulama tasawuf menjelaskan hikmah wudlu dengan menjelaskan bahwa daerah-daerah yang dibasuh air wudlu memang daerah yang paling sering berdosa. Kita tidak tahu apa yang pernah diraba, dipegang, dan dilakukan tangan kita. Banyak pancaindera tersimpul di bagian muka.

    Berapa orang yang jadi korban setiap hari dari mulut kita, berapa kali berbohong, memaki, dan membicarakan aib orang lain. Apa saja yang dimakan dan diminum. Apa saja yang baru diintip mata ini, apa yang didengar oleh kuping ini, dan apa saja yang baru dicium hidung ini? Ke mana saja kaki ini gentayangan setiap hari? Tegasnya, anggota badan yang dibasuh dalam wudlu ialah daerah yang paling riskan untuk melakukan dosa.

    Organ tubuh yang menjadi anggota wudlu disebutkan dalam QS al-Maidah [5]:6, adalah wajah, tangan sampai siku, dan kaki sampai mata kaki. Dalam hadis riwayat Muslim juga dijelaskan bahwa, air wudlu mampu mengalirkan dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh mata, penciuman, pendengaran, tangan, dan kakinya, sehingga yang bersangkutan bersih dari dosa.

    Kalangan ulama melarang mengeringkan air wudlu dengan kain karena dalam redaksi hadis itu dikatakan bahwa proses pembersihan itu sampai tetesan terakhir dari air wudlu itu (ma’a akhir qathr al-ma’).

    Wudlu dalam Islam masuk di dalam Bab al-Thaharah (penyucian rohani), seperti halnya tayammum, syarth, dan mandi junub. Tidak disebutkan Bab al-Nadhafah (pembersihan secara fisik). Rasulullah SAW selalu berusaha mempertahankan keabsahan wudlunya.

    Yang paling penting dari wudlu ialah kekuatan simboliknya, yakni memberikan rasa percaya diri sebagai orang yang ‘bersih’ dan sewaktu-waktu dapat menjalankan ketaatannya kepada Tuhan, seperti mendirikan shalat, menyentuh atau membaca mushaf Alquran. Wudlu sendiri akan memproteksi diri untuk menghindari apa yang secara spiritual merusak citra wudlu. Dosa dan kemaksiatan berkontradiksi dengan wudlu.
    Red: irf

    Selasa, 15 Juni 2010

    Do'a Yang Cepat Dikabulkan

    Orang-orang yang Mustajab Do’anya




    Berdasarkan hadits-hadits yang akan disampaikan berikut ini, terdapat tujuh kelompok orang yang do’anya pasti diijabah oleh Allah, mereka itu ialah; 1) Orang yang dizhalimi, 2) Orang yang sedang bepergian, 3) Orang Tua kepada anaknya, 4) orang yang shaum, 5) Pemimpin yang adil, 6) Seorang Muslim kepada saudaranya, 7) Anak kepada orang tuanya.





    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ

    Dari Abi Hurairah ra berkata, bersabda Rasulullah saw: Tiga do’a yang diijabah, tidak ada keraguan padanya: Do’a orang yang dizhalim, do’a orang yang sedang bepergian, dan do’a orangtua terhadap anaknya. (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)



    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالْإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ يَرْفَعُهَا اللَّهُ فَوْقَ الْغَمَامِ وَيَفْتَحُ لَهَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ وَيَقُولُ الرَّبُّ وَعِزَّتِي لَأَنْصُرَنَّكِ وَلَوْ بَعْدَ حِينٍ

    Dari Abi Hurairah ra berkata, bersabda Rasulullah saw: Tiga orang yang do’anya tidak ditolak, do’a orang yang shaum sampai ia berbuka, do’a pemimpin yang adil, dan do’a orang yang dizhalimi, Allah mengangkatnya di atas mega. Dan Allah membukakan baginyapintu-pintu lamhit, dan berfirman, demi kemuliaan-Ku, Aku akan menolongmu walaupun sampai akhir zaman. (H.R. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)



    يَقُولُ دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ

    Do’a seorang muslim kepada saudaranya di belakangnya (dari jauh) diijabah (HR. Muslim)



    أَرْبَعٌ دَعْوَتُهُمْ مُسْتَجَابَةٌ : الإِمامُ اْلعادِلُ , والرجل يدعو لأخيه بظهر الغيب , و دعوة المظلوم , و رجل يدعو لوالديه (رواه أبو نعيم عن واثلة)

    Empat orang yang do’anya diijabah; pemimpin yang adil, seseorang yang mendo’akan saudaranya di belakangnya, do’a orang yang dizhalimi, dan seorang yang mendo’akan orang tuanya. (HR. Abu Nu’aim dari Watsilah)

    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُولُ يَا رَبِّ أَنَّى لِي هَذِهِ فَيَقُولُ بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ (احمد:10202)

    Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda, Sesungguhnya Allah Azza wa jalla mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di surga. Lalu si hamba itu bertanya, Ya Rabbi, saya mendapatkan semua ini dari mana? Maka Allah menjawab, Berkat permohonan ampunan anakmu bagimu. (HR. Ahmad)

    1. Orang Yang dizhalimi



    Do’a orang yang dizhalim itu diangkat di atas mega dan Allah membukakan baginya pintu-pintu langit, dan Dia berfirman, Demi kemulian-Ku Aku akan menolongmu walau sampai akhir jaman.



    Bahkan ada hadits yang menerangkan bahwa idak ada hijab antara Allah dengan orang yang dizhalimi ketika ia berdo’a kepada Allah. Dan do’a orang yang dizhalimi itu tetap akan diijabah meskipun ia orang yang durhaka. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap perbuatan zhalim, termasuk kepada istri dan anak, karena do’a mereka besar kemungkinan akan diijabah oleh Allah.



    2. Orang Yang Sedang Bepergian



    Ketika sedang bepergian, sebaiknya kita mendo’akan keluarga yang ditinggalkan, karena termasuk orang yang besar harapan diijabah.



    3. Orang tua kepada Anaknya



    Do’a seorang ibu, pasti diijabah walaupun ia mendo’akan kejelekan bagi anaknya.



    Sebagai ibrah, dapat kita perhatikan tentang kisah Juraij, seorang yang ahli ibadah, ketika sedang shalat, ia dipanggil oleh ibunya, namun ia berpikir lebih baik melanjutkan shalatnya terlebih dahulu, lalu memenuhi panggilan ibunya. Namun ternyata ibunya tidak ridho, merasa sakit hati dan ia berdo’a kepada Allah, “Yaa Allah, janganlah Engkau matikan dia sebelum ia dipermalukan”. Ternyata do’a ibu tersebut diijabah oleh Allah. Pada suatu hari, ketia Juraij sedang berada di rumahnya, datang kepadanya seorang wanita binal menggodanya, namun Juraij menolaknya. Wanita tersebut, merasa sakit hati, lalu ia berzinah dengan seorang penggembala, lalu ia hamil dan melahirkan seorang bayi, dan ia umumkan kepada masyarakat bahwa bayinya itu merupakan hasil perbuatan mesumnya dengan Juraij. Tentu saja Juraiz sulit membantah, sehingga masyarakat marah kepadanya dan menghancurkan rumahnya. Lalu Juraij shlat dua rakaat dan mohon kepada Allah agar ditunjukkan kebenarannya. Lalu Juraij mendatangi anak tersebut dan bertanya kepadanya, siapa ayahmu? Bayi tersebut menjawab, ayahku adalah seorang penggembala.



    4. Orang Yang Shaum sampai berbuka



    Orang yang sedang shaum, baik shaum wajib ataupun sunat, do’anya akan diijabah oleh Allah sehingga ia berbuka dari shaumnya.



    5. Pemimpin yang Adil



    Pemimpin yang adil itu selain membawan mashlahat bagi rakyatnya, ia pun do’anya diijabah oleh Allah.



    6. Seorang Muslim kepada saudaranya



    Dalam tradisi kita, meminta dido’akan itu suka dihadapan kita. Padahal justru do’a yang diijabah itu adalah do’a dari sesama muslim tanpa sepengetahuan dari orang yang dido’akannya.



    Biasanya do’a yang diucapkan di hadapan orang yang dido’akannya memliki kecenderungan pamrih. Sementara doa yang dipanjatkan dibelakang rang yang dido’akannya menunjukkan kualitas keikhlasan do’anya serta adanya hubungan batin di antara mereka.



    7. Anak yang Mendo’akan orang tuanya



    Do’a seorang anak kepada orang tuanya memiliki kualitas yang sama dengan do’a orang tua kepada anaknya. Do’a seorang anak kepada orang tuanya didasari dengan kecintaan. Sehingga ketika berdo’a dipenuhi dengan keikhlasan dan kekhusuan.



    Saat-saat Mustajabnya Do’a



    1. Dua pertiga malam. Berdasarkan hadits,



    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ (البخاري:1077)

    Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda, Tuhan kita Yang Maha Berkah dan Maha Tinggi turun ke langit dunia setiap malam, pada sepertiga malam terakhir dan berfirman, Barangsiapa yang berdo’a kepada-Ku pasti Aku kabulkan, barangsiapa meminta kepada-Ku pasti Aku beri, dan barangsiapa yang memohon ampunan-Ku pasti Aku ampuni . (HR. Bukhari)

    2. Antara adzan dan qomat



    عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدَّعْوَةُ لَا تُرَدُّ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ فَادْعُوا (احمد : 12878)

    Dari Anas bin Malik ra berkata, Rasulullah saw bersabda, Do’a antara adzan dan qomat tidak ditolak, maka berdo’alah kamu. (HR. Ahmad)

    3. Waktu Jum’at



    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ فِيهِ سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا (البخاري : 883)

    Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw menerangkan bahwa pada hari Jum’at ada satu waktu yang seorang muslim berdo’a kepada Allah Ta’ala dalam shalatnya bertepatan dengan waktu itu, pasti Allah akan memenuhinya. Nabi berisyarat dengan tangannya, menimbang-nimbangnya. (HR. Bukhari)

    4. Sesudah Shalat Fardhu



    عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الدُّعَاءِ أَسْمَعُ قَالَ جَوْفَ اللَّيْلِ الْآخِرِ وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ (الترمذي :3421)

    Dari Abu Umamah ia berkata, Rasul ditanya, Ya Rasulallah, do’a yang manakah yang akan didengar (oleh Allah), beliau menjawab, ketika tengah malam terakhir dan setiap selesai shalat yang wajib. (HR. Tirmidzi)

    Tiga yang pertama, saat-saat mustajab do’a, dilakukan dalam shalat. Yaitu ketika shalat tahajud yang dilakukan pada dua pertiga malam, ketika shalat sunat setelah adzan sebelum qomat, dan ketika sholat jum’at. Berdasarkan firman Allah,



    وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ (البقرة:45)

    Adapun kesempatan kita untuk berdo’a dalam shalat tersebut dilakukan ketika sujud dan setelah do’a tasyahud akhir. Rasulullah saw bersabda:



    أَلَا وَإِنِّي نُهِيتُ أَنْ أَقْرَأَ الْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا فَأَمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ (مسلم)

    Ingatlah, sesungguhnya aku dilarang membaca al-Qur’an sambil ruku’ atau sujud. Pada waktu ruku’ maka agungkanlah Allah Azza wa Jalla. Adapun pada waktu sujud bersungguh-sungguhlah berdo’a, besar harapan do’a kamu akan diijabah. (HR. Muslim)

    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ (مسلم)

    Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda, Saat yang paling dekat seseorang dengan Tuhannya, ketika ia sujud, maka perbanyaklah olehmu do’a. (HR. Muslim)

    إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنْ التَّشَهُّدِ الْآخِرِ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ أَرْبَعٍ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ (مسلم : 926)

    Apabila seseorang di antara kamu selesai tasyahud akhir, maka berlindung dirilah kepada Allah dari empat perkara; dari azab jahannam, dari gangguan waktu hidup dan mati, dan dari kejahatan al-masiih al-dajjal. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah.

    Do’a-do’a yang diajarkan Oleh Rasul dalam shalat (ketika sujud atau setelah tasyahhud akhir)



    1. عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو فِي الصَّلَاةِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَفِتْنَةِ الْمَمَاتِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ فَقَالَ لَهُ قَائِلٌ مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ مِنْ الْمَغْرَمِ فَقَالَ إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ (البخاري :789)

    Dari Aisyah, Istri Rasulullah saw, ia mengabarkan bahwasanya Rasulullah saw pernah berdo’a dalam shalatnya, allaahumma innii a’uudzu bika …, “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dan aku berlindung kepada-Mu dari finah al-masih al-Dajjal, aku berlindung kepadamu dari finah hidup dan fitnah mati, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan dosa dan tenggelam dalam hutang.

    Sesungguhnya seorang yang berhutang biasanya kalau ditagih, bicaranya suka dusta,janjinya suka dikianati.



    2. عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي صَلَاتِهِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ وَالْعَزِيمَةَ عَلَى الرُّشْدِ وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ وَحُسْنَ عِبَادَتِكَ وَأَسْأَلُكَ قَلْبًا سَلِيمًا وَلِسَانًا صَادِقًا وَأَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا تَعْلَمُ (النسائي: 1287)

    Dari Syaddad bin ‘Aus bahwasanya Rasulullah saw pernah berdo’a dalam shalatnya, allaahumma innii as-aluka …, “Ya Allah aku memohon kepada-Mu ketetapan dalam urusanku,

    3. عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِّمْنِي دُعَاءً أَدْعُو بِهِ فِي صَلَاتِي قَالَ قُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِي إِنَّك أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (البخاري :790)

    Dari Abu baker al-Shiddiq, ia pernah berkata kepada Rasul, “Ajarilah aku suatu do’a yang akan aku panjatkan dalam shalatku! Rasul menjawab, bacalah, Allaahumma innii zhalamtu … “Ya Allah aku telah menzhalimi diriku sendiri dengan kezhaliman yang besar, Tidak ada dzat yang dapat mengampuni seluruh dosa kecuali Engkau, maka ampunilah aku dengan ampunan dari-Mu dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

    4. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنْ الْفِرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ وَهُوَ يَقُولُ اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ (مسلم : 751)

    Dari abu Hurairah, dari Aisyah, ia berkata, pada suatu malam, akau kehilangan Rasulullah saw dari tempat tidur, maka aku mencarinya, lalu dua tanganku mengenai kedua telapak kakinya yang lagi berdiri tegak (sedang sujud), sedangkan beliau sedang berada di masjid, waktu itu beliau berdo’a, allaahumma a’uudzu biridhaaka …, Yaa Allah aku berlindung dengan keridhan-Mu dari kemurkaan-Mu dan dengan ampunan-Mu dari siksa-Mu, aku berlindung kepada-Mu dari-Mu, tidak terhitung pujian kepada-Mu, Engkau sebagaiman yang Engkau sanjungkan terhadap dari-Mu.

    5. عَنْ أَبى هُرَيْرَةَ قَالَ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الصَّلَاةِ وَقُمْنَا مَعَهُ فَقَالَ أَعْرَابِيٌّ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي وَمُحَمَّدًا وَلَا تَرْحَمْ مَعَنَا أَحَدًا فَلَمَّا سَلَّمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِلْأَعْرَابِيِّ لَقَدْ تَحَجَّرْتَ وَاسِعًا يُرِيدُ رَحْمَةَ اللَّهِ (احمد:7469)

    Dari Abu hurairah, ia berkata, Rasulullah saw berdiri untuk melaksanakan shalat, maka kami pun berdiri bersamanya. Seorang arab berdo’a dalam shalat tersebut, yaa Allah rahmatilah saya dan nabi Muhammad, dan janganlah kau berikan rahmat bersama kami kepada yang lainnya, setelah selesai salam, beliau berkata kepada orang arab tersebut, kamu ini serakah, masih banyak orang yang mengharapkan rahmat Allah.

    Dzikir dan Do’a Setelah Shalat Fardhu



    6. عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ قَالَ الْوَلِيدُ فَقُلْتُ لِلْأَوْزَاعِيِّ كَيْفَ الْاسْتِغْفَارُ قَالَ تَقُولُ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ (مسلم : 931)

    Dari Tsauban, ia berkata, Apablia Rasulullah saw telah selesai dari shalat fardhunya, beliau beristighfar sebanyak tiga kali, lalu beliau membaca, Allaahumma antas salaam, Ya Allah Engkaulah Yang Maha Selamat, dan dari-Mulah keselamatan, Maha berkah Engkau Dzat Yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. Al-Walid berkata, aku bertanya kepada al-Auza’I, bagaimanakah cara mengucapkan istighfarnya? Ia menjawab, astaghfirullah astaghfirullah. (Muslim no. 931)

    7. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ (مسلم :939)

    Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah saw, belaiau bersabda, barang siapa yang bertasbih setiap selesai shalat sebanyak 33 kali, lalu bertahmid sebanyak 33 kali dan bertakbir sebnayak 33 kali, itu semua menjadi 99 kali, ia berkata, dan sempurna menjadi 100 dengan laa ilaa ha illallaah … (tidak ada tuhan melainkan Allah yang Maha Tunggal, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kekuasaan dan bagi-Nya pujian dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu) pasti dosa-dosanya akan diampuni walaupun sebanyak buih di lautan. (H.R. Muslim no. 939)

    8. إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَعَوَّذُ مِنْهُنَّ دُبُرَ الصَّلَاةِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

    Sesungguhnya Rasulullah saw suka berlindung kepada Allah setiap selesai shalat dengan do’a, Allaahumma innii a’uudzubika … (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari … dan aku berlindung ekpada-Mu dari dikembalikan kepada umur yang hina dan aku berlindung kepada-mu dari fitnah di dunia dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur)

    9. عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ فَقَالَ أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

    Dari Mua’adz bin Jabal, bahwasanya Rasulullah saw memegang tangannya lalu bersabda, wahai Mu’adz, demi Allah sungguh aku menyayangimu, demi Allah sungguh aku menyayangimu, aku akan berwasiat kepadamuya Mu’adz, janganlah kau tinggalkan setiap selesai shalat bacaan, allaahumma a-‘innii ‘alaa dzikrika … (Yaa Allah tolonglah aku untuk senantiasa mengingat-Mu, untuk senantiasa syukur kepada-Mu dan untuk senantiasa baik dalam mengabdi kepada-Mu).



    oleh : Al-Ustadz, KH. Drs, Shiddiq Amin, MBA